Friday, December 12, 2008

FAO: PENDUDUK LAPAR DUNIA MENDEKATI 1 MILYAR !


Hal ini diungkapkan oleh Asisten Dirjen FAO, Mr. Hafez Ghanem dalam FAO-News Release tanggal 9 Desember 2008 kemarin. Menurut FAO tahun 2008 ini diperkirakan jumlah penduduk lapar dunia mencapai 963 juta jiwa yang berarti terjadi peningkatan sekitar 40 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2007 yang lalu.

Dikatakan Mr. Ghanem lebih lanjut bahwa walaupun dalam beberapa waktu ini harga pangan dunia mengalami penurunan tapi situasi ini tidak mampu mengakhiri krisis pangan di banyak negara miskin. Bahkan yang bersangkutan menambahkan, jika penurunan harga pangan dan kredit berkaitan dengan krisis ekonomi yang memaksa petani menanam lebih sedikit tanaman pangan, maka meroketnya harga pangan dunia diperkirakan akan terulang kembali pada tahun 2009.

Dari News Release ini dikemukakan juga bahwa di beberapa wilayah dinilai berhasil dalam menanggulangi persoalan kelaparan ini seperti di wilayah Asia Tenggara, Amerika Latin dan Karibia. Sementara di beberapa negara di wilayah Sub-Sahara Afrika, jumlah penduduk laparnya justru bertambah, termasuk juga di wilayah konflik seperti di Afganistan dan Irak.

Menanggapi hal ini Dr. Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma, mengatakan bahwa para pemimpin dunia dan juga organisasi internasional terkait perlu malakukan kaji ulang terhadap kebijakan dan metode yang selama ini dilakukan dalam penanggulangan penduduk lapar ini, jika tidak maka Target Pembangunan Milenium (Millenium Development Goal) yang dicanangkan tahun 2000 tidak akan tercapai.

Sebagai informasi PBB pada bulan September 2000 yang lalu telah mendeklarasikan suatu target yang dikenal dengan Millenium Development Goal 2015 yang salah satu targetnya adalah mengurangi setengah jumlah penduduk lapar dunia pada tahun 2015. Saat dicanangkan jumlah penduduk lapar dunia masih berkisar 850 juta jiwa. Dari data terbaru yang dikeluarkan FAO ini menunjukkan bahwa dalam kurun 8 tahun jumlah penduduk lapar justru mengalami peningkatan sekitar 100 juta jiwa.
Source: Picture (FAO:Guilio Napolitano)

Pres Release dari Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma, via Campania 53 – 55, Roma 00187

Wednesday, November 19, 2008

KOPI LUWAK JADI REBUTAN




Begitu menariknya kopi luwak bagi para pengunjung pameran di Trieste Espresso Expo yang berlangsung di Kota Trieste, Italia Utara ini, menyebabkan sample kopi luwak yang dibawa PT. Morning Glory terpaksa sebagian dijual dan harganyapun fantastis yaitu: 150 $ untuk 150 gram kopi luwak yang sudah digoreng, artinya 1 gram kopi luwak dihargai 1 $. Padahal kopi luwak yang dibawa ini hanyalah sebagai display untuk menjaring pembeli lebih banyak terhadap kopi termahal di dunia ini. Meskipun demikian masih banyak pengunjung yang menanyakan dan ingin membeli kopi tersebut. Demikian salah satu kesan menonjol yang didapat dari pameran kopi ini.

Indonesia untuk kedua kalinya mengikuti salah satu pameran kopi espresso terbesar di dunia ini. Pada kali ini ikut serta 3 perusahaan swasta pengekspor kopi yaitu PT. Cetara Bumi Persada yang mengkhususkan kopi Toraja, PT. Morning Glory yang membawa berbagai jenis biji kopi dari berbagai daerah Indonesia termasuk kopi luwak, serta PT. Merdeka yang khusus membawa kopi roasted racikan dari berbagai kopi asli Indonesia.

Beberapa hasil dari pameran kali ini adalah terjadi banyaknya kontak bisnis yang merupakan kesempatan bagi tiga perusahaan swasta kopi Indonesia ini untuk memasuki pangsa pasar Italia yang merupakan salah satu negara konsumsi kopi dunia dengan berbagai merek minuman kopi seperti capuccino, espresso, cafelatte dll. Selama pameran yang berlangsung 3 hari sejak tanggal 13 November 2008 ini dihasilkan setidaknya 18 potensi pembeli yang secara serius ingin membeli kopi yang dipamerkan serta berjanji akan menindak lanjutinya lebih jauh. Menariknya beberapa pembeli ini juga berasal dari luar Italia seperti dari Kroasia, Slowenia, Albania, Kosovo, Polandia, Libya serta Italia sendiri.

Sebagai informasi bahwa Trieste Espresso Expo ini merupakan kegiatan setiap 2 tahun sekali yang menampilkan segala aspek yang terkait dengan kopi espresso, mulai dari eksportir, importir, mesin pembuat, alat pendukung seperti pembuat cangkir, kemasan kopi dll, termasuk perusahaan jasa dalam pensortiran kualitas biji kopi. Sedikitnya 200 eksibitor dari 23 negara mengikuti pameran ini.

Pres Release: Dr. Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Saturday, November 15, 2008

Persediaan Kopi Dunia Akan Menipis

Demikian pernyataan Dr. Nestor Osorio, Direktur Eksekutif Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organization/ICO ) yang disampaikannya dalam seminar sehari sebelum pelaksanaan Trieste Espresso Expo 2008 di kota Trieste Utara Italia. Berdasarkan trend yang ada Mr. Osorio mengatakan bahwa dalam 5 tahun ke depan persediaan kopi dunia akan semakin menurun. Penyebab dari penurunan ini antara lain adalah semakin mahalnya harga input produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, tenaga kerja, sehingga menyebabkan produksi kopi dunia semakin sulit meningkat bahkan bisa jadi malah menurun, sementara di sisi lain terjadi peningkatan konsumsi kopi dunia yang tidak saja terjadi di Negara importir kopi tetapi juga di Negara penghasil kopi seperti Brazil, India, Indonesia. Brazil yang merupakan eksportir pertama dunia bisa jadi sekaligus menjadi konsumer kopi terbesar di tahun mendatang, sementara menurut Dr. Surip Mawardi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember yang juga sebagai salah satu pembicara dalam seminar ini mengatakan bahwa laju konsumsi kopi Indonesia mencapai 3 % pertahunnya.

Berdasarkan data dari ICO, konsumsi kopi dunia tahun 2005 mencapai 118 Juta Karung à 60 kg, tahun 2006 meningkat menjadi 121 juta karung, terus meningkat menjadi 125 juta karung tahun 2007, dan tahun 2008 ini diduga konsumsi kopi dunia meningkat menjadi 128 juta karung.

Menanggapi ramalan ini, Dr. Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma berpendapat, informasi ini merupakan kesempatan emas bagi Indonesia untuk mengisi pangsa pasar ini mengingat produktivitas kopi rata-rata Indonesia yang relative masing sangat rendah yaitu sekitar 850 kg/ha sementara di banyak Negara produktivitas tanaman kopinya sudah di atas 1 ton/ha bahkan di beberapa Negara bisa mencapai 1,5 ton/ha, disamping masih tersedianya lahan potensial untuk tanaman kopi.

Menanggapi pertanyaan sejauh mana dampak krisis keuangan dunia terhadap permintaan kopi, Dr. Osorio berpendapat bahwa masalah ini belum bisa dipastikan, hanya yang bersangkutan yakin bahwa krisis tersebut tidak akan berpengaruh terhadap konsumsi kopi mengingat kecilnya sharing pengeluaran rumah tangga untuk minum kopi. Selanjutnya dikatakannya juga bahwa selama supply kopi tetap terjamin dengan harga yang masih reasanable, maka kemungkinan perdagangan kopi akan tetap menarik dan pengaruh krisis financial global tidaklah signifikan.

Pembicara yang tampil dalam Seminar Internasional yang mengambil thema” The Rise in World Consumption and the Future of Coffee Production: a Critical Balance” ini selain dari Brazil dan Indonesia, juga tampil perwakilan dari Vietnam, India, dan Guatemala dengan dimoderatori oleg Mr. Vincenzo Sandalj yang merupakan Presiden Asosiasi Kopi Trieste yang perusahaannya juga impor kopi Indonesia.

Pres Release: Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Saturday, October 25, 2008

FERRERO MINATI MINYAK SAWIT INDONESIA




Demikian dikatakan oleh Mr. Giovanni Di Palma, Direktur Produksi Perusahaan Ferrero yang memproduksi berbagai jenis produk coklat terkenal di dunia seperti Nutella, Kinder Surprise, Roche, Mon Chèri dll serta permen Tic Tak, saat menerima delegasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indra Darmawan, Direktur Perencanaan Industri Agribisnis.

Mr. Di Palma menjelaskan bahwa dalam proses produksi produk coklat yang dihasilkan, perusahaan Ferrero yang ada di Alba ini saja memerlukan minyak nabati sebanyak 80 ribu ton setiap tahunnya yang jauh melebihi kebutuhan biji kakao yang hanya sekitar 40 ribu ton. Utuk itu yang bersangkutan sangat berminat agar kebutuhan ini dapat dipenuhi dari minyak sawit Indonesia.

Menanggapi hal ini Dr. Didiek H. Goenadi, Komite Penanaman Modal Bidang Agribisnis BKPM yang juga merupakan Direktur Eksekutif Asosiasi Minyak Sawit Indonesia menyambut baik keinginan ini dan akan menindaklanjutinya lebih jauh.

Selain bahan baku utama berupa biji kakao, pabrik coklat Ferrero di Alba ini juga membutuhkan daun teh lebih dari 1000 ton pertahunnya untuk memproduksi minuman segar rasa teh serta 600 ton kopi, disamping tentu saja gula dan susu..

Menurut Dr. Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma yang menyertai delegasi BKPM ini, Indonesia perlu melakukan pendekatan lebih jauh ke perusahaan ini dengan memberikan beberapa “dispensasi” harga dan kemudahan lainnya sehingga perusahaan ini bersedia menggunakan bahan baku produk Indonesia. “mengingat beberapa merek Ferrero sudah sangat dikenal dunia dan membawa image tersendiri, pemakaian bahan baku dari Indonesia secara tidak langsung juga akan meningkatkan “brand image” bagi produk pertanian Indonesia” demikian Erizal menambahkan.

Sebagai informasi Ferrero merupakan perusahaan pembuat coklat terkenal Italia yang salah satu pabrik terbesarnya berlokasi di kota Alba daerah Utara Italia. Perusahaan ini didirikan oleh suami istri Piera dan Pietro Ferrero tahun 1946 yang diawali dengan usaha skala rumah tangga berupa sebuah toko kecil. Saat sekarang perusahaan ini sudah jauh berkembang. Omset mencapai lebih dari 5,6 miliar $, punya 16 cabang di seluruh dunia serta jumlah karyawan mencapai lebih dari 19 ribu.

(Press Release, Erizal Sodikin, KBRI Roma)

INDONESIA DIUNDANG JADI SPECIAL COUNTRY DI “EUROCHOCOLATE 2009”















Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Ms. Rosanna Melone, Bagian Hubungan Internasional Eurochocolate, organisasi penyelenggara pameran “Eurochocolate 2008”, saat menerima kunjungan delegasi dari BKPM yang berkunjung ke pameran Pameran Eurochocolate yang berlangsung tanggal 18 – 26 Oktober 2008 di kota Perugia, Italia. Menanggapi permintaan ini, delegasi BKPM yang diwakili oleh Dr. Indra Darmawan, Direktur Perencanaan Industri Agribisnis, menyambut baik tawaran ini dan akan melakukan koordinasi dengan berbagai institusi di Indonesia yang terkait dengan kakao dan coklat.

Pameran ini dilaksanakan secara rutin setiap bulan Oktober sejak 15 tahun yang lalu dan pada 5 tahun terakhir menjadi salah salah satu ajang pameran coklat terbesar di dunia. Jumlah pengunjung seperti tahun sebelumnya diperkirakan untuk tahun ini mencapai 1 juta orang.
Pameran yang dilaksanakan di seputar areal di pusat kota Perugia ini selain menampilkan berbagai macam stand penjualan produk coklat dari Italia, Austria, Swiss, dan Jerman dengan sekitar 6 ribu jenis, juga menampilkan berbagai kegiatan mulai dari seni memahat coklat, pertunjukan kebudayaan, pertunjukan cara membuat coklat, pengenalan kepada pada siswa bagaimana bahan baku coklat didapat dan sekaligus cara pengujian cita rasa coklat, pembuatan patung dari coklat dll.
Selain itu panitia juga mengundang beberapa negara produsen kakao seperti Indonesia, Ghana, Pantai Gading, Brasil, Venezuela untuk berbicara dalam suatu seminar yang mengambil thema “In the hearth of chocolate” yang juga mengundang pembicara dari beberapa negara eropa dan LSM terkait dengan coklat. Pada kesempatan ini Indonesia menampilkan pembicara Dr. Didiek H. Goenadi, Komite Penanaman Modal Bidang Agribisnis, yang memaparkan secara singkat tentang Kakao di Indonesia dan program pengembangan investasi ke depan perkebunan Kakao Indonesia. Paparan ini mendapat apresiasi cukup baik dari peserta dengan banyaknya pertanyaan dan keinginan untuk menjalin kerjasama khususnya dalam peralatan pengolahan kakao berskala mikro.

Pres Release: Dr. Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma.

Thursday, October 16, 2008

FAO luncurkan program “Sepak bola melawan kelaparan”


Tanggal 15 Oktober 2008 hari Rabu sore waktu Roma, FAO bekerjasama dengan European Professional Football Leagues (EPFL) meluncurkan suatu program yang dinamakan “Professional Football against hunger”. Peluncuran ini dilakukan di kantor pusat FAO di Roma di sela acara sidang Committee on Food Security (CFS) dan juga terkait dengan peringatan hari pangan sedunia yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober.

Pada peluncuran ini hadir pemain bola terkenal Italia di tahun 90-an Roberto Baggio yang merupakan Duta Kemanusiaan FAO dan Dino Zoff kiper terkenal Italia di era tahun 1970-an. Selain Baggio, FAO juga mengangkat Raul Gonzalez Blanco atau lebih dikenal dengan nama Raul, pemain bola terkenal Spanyol yang sekarang berkiprah di klub Real Madrid.

“Saya merasa sangat terhormat atas penunjukan sebagai Duta kemanusiaan FAO untuk memerangi kelaparan dunia karena tugas memerangi kelaparan ini adalah tugas setiap individu” demikian Baggio mengawali kata sambutannya. Lebih lanjut dikatakannya bahwa tanggung jawab ini juga diemban oleh para generasi muda. “Pada kesempatan ini saya mengajak para generasi muda untuk secara bersama memerangi kelaparan dan hal ini tergantung anda apakah kita akan berhasil menggapai kemenangan sehingga kelaparan tidak lagi terjadi di muka bumi ini” demikian Baggio mengakhiri kata sambutannya.

Sementara Dino Zoff, penjaga gawang Italia terkenal di zamannya dalam sambutannya mengatakan bahwa sepak bola mempunyai tanggung jawab moral untuk ikut memerangi kelaparan dunia. Selanjutnya ditambahkannya bahwa upaya memerangi kelaparan ini adalah tugas yang berat dan bahkan lebih berat dari pada upaya menggapai juara dunia bola kaki.

Peluncuran acara ini selain dihadiri oleh perwakilan pemain sepakbola profesional, juga dihadiri oleh Dirjen FAO, Sekjen EPFL, Menteri Olaha Raga Italia, Austria, dan Sepanyol, serta utusan liga dari beberapa negara seperti Bundes Liga, Liga Italia, Liga Portugal, disamping juga beberapa peserta dari perwakilan negara yang sedang mengikuti sidang CFS.

Kerjasama antara FAO dengan EPFL yang membawahi 28 liga di Eropa ini bertujuan untuk merangsang kepedulian berbagai pihak tentang pentingnya penanggulangan persoalan kelaparan penduduk dunia yang saat sekarang jumlahnya masih mencapai 900 juta jiwa lebih. Disamping itu kerjasama ini juga bertujuan untuk mengkampanyekan penggalangan dana untuk mendukung program pangan FAO khususnya yang terkait dengan program TeleFood yang sudah dirasakan manfaatnya oleh banyak negara berkembang.

Acara peluncuran “Professional Football against hunger” in diakhiri dengan penyerahan kaos bernomor punggung 10 oleh Roberto Baggio kepada Dirjen FAO, J. Diouf dan dilanjutkan dengan penandatanganan plakat oleh berbagai pihak sebagai simbol dimulainya kerjasama ini.
(Pres Release: Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma)

Saturday, September 13, 2008

Harga Beras Dunia Terus Turun

Demikian hasil pengamatan terhadap data yang baru saja dikeluarkan oleh FAO melalui “FAO Rice Price Update” untuk bulan September 2008.
Dari informasi yang diberikan FAO ini menunjukkan bahwa harga beras dunia selama 3 bulan terakhir sejak bulan juni mengalami penurunan. Dibandingkan dengan bulan Mei 2008 indeks harga beras yang dikeluarkan FAO mengalami penurunan dari 322 menjadi 281 di bulan Agustus 2008 atau terjadi penurunan sekitar 12,7 %. Penurunan ini terjadi untuk padi jenis Indica dan Aromatic, sementara untuk jenis Japonica indeks harganya mengalami sedikit kenaikan,
Jika mengacu kepada harga beras pada bulan Mei 2008 yang merupakan harga beras tertinggi yang pernah dicapai, maka harga beras pada bulan Agustus ini yang mengalami penurunan tertinggi dialami oleh beras dari Vietnam dengan variasi penurunan antara 36,7 % (Vietnam 25 %) dan tertinggi 39,8% untuk jenis Vietnam 5%. Beras asal Thailand juga mengalami penurunan yang berarti mulai penurunan sekitar 18,2% untuk jenis Thai White 100% second grade sampai penurunan mencapai 24,3% untuk jenis beras Thai 25 %. Jenis beras Pakistan 25 % juga mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 28,7 %. Hanya jenis beras Basmati Pakistan yang stabil di harga 1100 $/ton, sementara beras jenis US California Medium Grain justru mengalami sedikit peningkatan menjadi 1053 $/ton yang di bulan Juli harganya masih 1036 $/ton.
Informasi dari Ms. C. Calpe, Ekonom Senior FAO dan sekaligus sekretaris dari Intergovernmental Group on Rice pada Devisi Perdagangan dan Pasar FAO mengatakan bahwa trend penurunan harga beras dunia ini disebabkan semakin meningkatnya suplai beras ke pasar dunia. Menurutnya masih sulit memastikan apakah kecenderungan harga ini akan terus berlanjut karena masih sangat tergantung kepada tingkat produksi pada musim panen berikutnya di bulan Oktober dan Nopember nanti. Ms. Calpe juga menambahkan bahwa adanya angin topan yang melanda Amerika Tengah nampaknya juga akan sedikit mengerem laju penurunan harga beras ini. Disamping itu penomena bencana alam juga sangat mempengaruhi tingkat kebutuhan negara importir beras seperti Philipina dan juga Indonesia, juga menjadi penentu sehingga fluktuasi harga ini masih labil dan sulit diprediksi.

Catatan KBRI
Membaca trend 3 bulan terakhir, nampaknya harga beras dunia akan terus mengalami penurunan meskipun harga yang ada ini tetap saja jauh di atas harga beras dunia di era tahun 2007. Pengamatan perlu selalu dilakukan khususnya melihat tekanan penurunan beras dari Vietnam dan Thailand yang mencapai kisaran di atas 20 % dibandingkan bulan Mei 2008 yang lalu. Perlu dianalisis apakah penurunan harga ini karena negara ini melonggarkan pembatasan ekspor atau karena memang produksi mereka yang tinggi. Pengamatan ini penting terkait dengan kestabilan harga beras di kawasan ASEAN yang tentunya akan berimbas langsung terhadap harga beras dalam negeri. Jika harga beras Internasional lebih rendah dari harga beras dalam negeri, maka akan besar kemungkinan beras impor masuk dan pada akhirnya menekan harga beras dalam negeri. Imbas selanjutnya tentunya akan terkena ke petani sebagai produser beras.


Press Release:

Erizal Sodikin
Atase Pertanian KBRI Roma

Wednesday, August 13, 2008

Sinkronisasi kebijakan nasional dan Internasional adalah faktor penting dalam pembangunan pertanian di era globalisasi












Demikian salah satu intisari dari hasil seminar tentang pertanian dengan thema: “Paradigm of Agricultural Development: The Role and Synergy between UN Agencies, Government, NGO, and Private Sector”. Hal lain yang dapat disimpulkan dalam seminar tersebut bahwa suatu negara akan mengalami kesulitan jika tidak mencermati dan mengikuti dinamika perubahan di tataran Internasional terutama dalam hubungannya dengan ramalan dan analisa yang dilakukan ke tiga badan pangan PBB ini yang merupakan informasi dasar yang sangat berharga bagi suatu negara untuk lakukan antisipasi sekaligus mencari solusi .

Seminar Internasional ini menampilkan pembicara dari organisasi PBB bermarkas di Roma (FAO, IFAD, dan WFP), Deptan, Bappenas, Kantor Menkokesra, dan Bupati Bantul. Seminar dibuka oleh Rektor UGM Prof. Ir. Sudjarwadi, M. Eng, Ph.D, dengan menampilkan Keynote Speech, Duta Besar Republik Indonesia untuk Italia, Cyprus, dan Malta Bapak Susanto Sutoyo.
Dalam paparannya Dubes Susanto Sutoyo menyampaikan bahwa selaku wakil tetap di tiga organisasi pangan PBB yang bermarkas di Roma, KBRI tidak pernah bosan mendorong dan mempromosikan para ahli pertanian Indonesia untuk berkiprah di tiga organisasi ini, hanya sayangnya sampai sekarang Indonesia masih menjadi negara yang jauh di bawah “jatah” yang diberikan. Sebagai contoh berdasarkan jumlah kontribusinya, Indonesia hanya punya 1 orang yang menjadi staf di FAO dari “quota” yang disediakan yaitu 4-5 orang. Di IFAD lebih parah lagi karena sampai saat ini belum satupun orang Indonesia menjadi staf di organisasi ini walaupun Indonesia sejauh ini sudah memberikan kontribusi pendanaan ke Ifad mencapai 42 juta $ lebih.
Dubes Santo selanjutnya menambahkan, bahwa berbagai upaya telah dilakukan KBRI Roma untuk meraih peluang Indonesia ini antara lain: melakukan pendekatan yang tak kenal lelah ke pembuat kebijakan di organisasi ini, menyebarkan info tentang lowongan yang ada ke berbagai pihak baik melalui jalur resmi maupun informal (via email, komunikasi pribadi dll), menekankan perlunya memberikan pengecualian kepada negara yang tidak menggunakan bahasa PBB sebagai bahasa Ibunya khususnya bahasa selain Inggris, menyuarakan selalu perlunya keseimbangan distribusi staf berdasarkan keseimbangan geografis.

Berbagai aspek penting juga mengemuka baik oleh para pembicara maupun masukan dan pertanyaan dari peserta seminar. Masalah ketahanan pangan menjadi thema utama yang banyak dikemukakan para peserta khususnya terkait dengan bagaimana upaya ketiga badan PBB ini menyatukan langkah dengan pemerintah pusat maupun daerah, pihak swasta, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, NGO, serta petani. Upaya menyatukan “gerak' ini sangat diperlukan khususnya dalam mengangkat masyarakat miskin yang sebagian besar hidup di pedesaan dan mengandalkan pertanian khususnya tanaman pangan.
Seminar Internasional yang dilaksanakan tanggal 7 Agustus 2008 ini terlaksana berkat kerjasama antara KBRI Roma dengan UGM. Seminar yang dilaksanakan di Balai Senat UGM, Bulaksumur Yogyakarta ini dihadiri oleh 200 orang lebih utusan dari perguruan tinggi, lembaga penelitian, pemerintah pusat maupun daerah, Agro-industri terkait (sektor swasta), LSM, dan Mahasiswa.

Pres Release:
Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Sunday, August 3, 2008

KBRI ROMA dan UGM ADAKAN JOIN SEMINAR

KBRI Roma disamping hubungan bilateral dengan Italia, Malta dan Cyprus, juga mempunyai tanggung jawab mewakili Indonesia dalam forum dan kegiatan di organisasi pangan yang berbasis di kota Roma yaitu FAO, IFAD, dan WFP. Mengingat peranan strategis ke tiga organisasi ini dikaitkan dengan pembangunan Indonesia yang bertumpu kepada sektor pertanian dalam arti luas, maka sangat penting dilakukan upaya untuk lebih mengenalkan organisasi ini ke masyarakat Indonesia khususnya kalangan akademisi dan peneliti. Untuk itulah pada tanggal 7 Agustus 2008 nanti KBRI Roma dan Fakultas Pertanian UGM melakukan kerjasama mengadakan seminar Internasional dengan thema: "Paradigm of griculture Development:The Role and Synergy Between UN Agencies, Government, NGO, and Private Sectors". Seminar ini akan menampilkan pembicara dari FAO, IFAD, dan WFP, disamping juga dari Deptan, Depkeu, Kementrian Kesra, Lembaga Penelitian, Pemda, LSM.
Seminar yang akan dilaksanakan di Balai Senat UGM, Bulaksumur Yogyakarta ini diharapkan akan dihadiri oleh 200 orang lebih yang terdiri dari Rektor Universitas dan para Dekan di Fakultas Pertanian seluruh Indonesia., Cendekia di bidang pertanian, Lembaga penelitian pertanian nasional, Agro-industri terkait (sektor swasta), Lembaga penelitian regional, Pejabat pemerintah (nasional, provinsi dan kabupaten/kotamadia), Tenaga pengajar, Mahasiswa.
Keluaran yang diharapkan dari seminar ini antara lain:
1. Pemahaman yang lebih baik dari pihak-pihak yang akan menerima atau menjadi bagian dari ketiga badan PBB di Roma.
2. Serangkaian masukan bagi kebijakan nasional dan regional mengenai pembangunan pedesanaan dan pertanian serta peningkatan ketahanan pangan, khususnya terkait dengan kenaikan harga pangan, perubahan iklim serta bio-energi.
3. Jejaring komunikasi yang efektif diantara ketiga badan PBB di Roma dengan para pemangku kepentingan di Indonesia.

Dubes KBRI Roma Bapak Susanto Sutoyo, dalam pesannya terkait dengan seminar ini mengharapkan agar forum seperti ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi masyarakat Indonesia untuk memahami organisasi pangan di bawah naungan PBB ini serta sekaligus melakukan tukar fikiran dan diskusi sehingga keberadaan organsasi FAO, IFAD, dan WFP ini dapat memberikan manfaat semaksimal mungkin bagi Indonesia.
Hal lain yang diharapkan adalah dengan semakin dipamahi tentang pentingnya organisasi ini, diharapkan semakin banyaknya SDM Profesional Indonesia tertarik untuk berkiprah di organisasi ini. “Saat ini hanya satu orang professional Indonesia yang bekerja di FAO, padahal dihitung dari jumlah kontribusi kita, Indonesia mendapatkan quota sebanyak 4-5 orang. Di WFP, jumlah professional Indonesia ada sebanyak 5 orang. Sementara itu, di IFAD dari awal pembentukannya hingga sekarang, belum pernah ada orang Indonesia yang menjadi staf di sana. Padahal kontribusi kita untuk Ifad ini sejak pendiriannya pada tahun 1989 telah mencapai 42 juta US Dollar” demikian ditegaskan Dubes Susanto Sutoyo.

Pres Release:
Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Friday, June 6, 2008

Mentan lakukan 11 pertemuan bilateral selama KTT Pangan Roma




Di tengah padatnya acara KTT tentang keamanan pangan di Roma dari tanggal 3 - 5 Juni 2008, menteri pertanian Indonesia Dr. Anton Apriyanto dapat melakukan pertemuan bilateral sebanyak 11 pertemuan dan melayani permintaan wawancara dengan beberapa media seperti BBC London dan kantor berita Italia. Dari jumlah pertemuan tersebut 8 pertemuan atas permintaan negara sahabat yaitu: Presiden serta Mentan Madagaskar, Mentan Afrika Selatan, Mentan Malaysia, Mentan Filipina, Mentan Selandia Baru, Mentan Inggris, Mentan AS dan Mentan Srilanka sedangkan 3 pertemuan lain adalah permintaan Indonesia yaitu dengan Menteri Pertanian Saudi Arabia, Menteri Pertanian Slowenia (yang negaranya sedang menjabat sebagai Presiden EU), dan Dirjen FAO.

Dari pertemuan ini mencerminkan bahwa sektor pertanian Indonesia cukup diperhitungkan oleh banyak negara luar dan mereka berminat bekerja sama maupun mendapatkan bantuan dari para ahli pertanian Indonesia seperti yang secara eksplisit dikatakan oleh beberapa menteri pertanian saat pertemuan bilateral tersebut seperti negara Madagaskar, Srilanka, Afrika Selatan dan bahkan Mentan Amerika menyatakan cara Indonesia dalam meningkatkan produksi padi dapat dijadikan model untuk ditiru oleh negara lain.

Di samping itu beberapa negara khususnya negara maju seperti Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Inggris menilai Indonesia adalah mitra strategis dalam kerjasama sektor pertanian dan menyadari peran kunci Indonesia dalam perundingan soal perdagangan produk pertanian di pasar global yang sekarang menjadi topik perdebatan hangat dalam konferensi ini dikaitkan dengan mahalnya harga bahan pangan akhir-akhir ini.

Melihat reaksi negara luar yang begitu menghargai prestasi Indonesia, Mentan justru merasa heran dengan sebagian orang Indonesia sendiri yang justru selalu merendahkan segala upaya yang dilakukan pemerintah (deptan) dan masih merasa tidak percaya diri dengan kemampuan bangsa sendiri. Sudah saatnya Indonesia merubah paradigma dari negara yang mengharapkan bantuan menjadi negara yang diharapkan bantuannya oleh negara lain khususnya di sektor pertanian, demikian Dr. Anton Apriyantono.

Pres Release:
Erizal Sodikin
Atase Pertanian Roma

Thursday, June 5, 2008

Presiden Madagaskar: Kami butuh 200 ahli padi Indonesia



Demikian pernyataan presiden Madagaskar, Mr. Ravalomanana, saat mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Pertanian Indonesia, Dr. Anton Apriyantono kamis 5 Juni 2008 di sela acara KTT tentang keamanan pangan di Roma. Pertemuan dengan Presiden Madagaskar ini sebelumnya didahului pertemuan dengan Mr. Panja Ramanoelina, Menteri Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Madagaskar.

Madagaskar sangat mengharapkan Indonesia dapat membagi pengetahuan dan keunggulan Indonesia khususnya dalam budidaya tanaman Padi yang mereka nilai sangat mengesankan. Selanjutnya Presiden Madagaskar menginfokan bahwa dalam lawatannya ke Jepang sebelum ke KTT ini, pemerintah Jepang siap membantu Madagaskar dalam peningkatan sektor pertaniannya dan Jepang menyarankan Presiden untuk melibatkan Indonesia dalam hubungannya dengan produksi tanaman pangan khususnya padi melalui kerjasama Selatan-Selatan dengan melibatkan FAO sebagai pihak pengelola dana.

Mentan Indonesia yang dalam pertemuan ini didampingi oleh Staf Ahli Menteri bidang Kerjasama Luar Negeri, Attani Roma, Staf Khusus Mentan bidang Ekonomi Pertanian, dan Sek III Multilateral KBRI Roma, menyatakan bahwa Indonesia menyambut dengan baik keinginan Madagaskar ini.

Dengan pengalaman dan kemampuan Indonesia dalam sektor pertanian khususnya produksi padi, Indonesia siap mengirimkan tenaga ahli yang dibutuhkan bahkan juga petani unggul Indonesia untuk membagi pengetahuan dan keahliannya sehingga SDM pertanian padi Madagaskar dapat meningkat, demikian Mentan Indonesia. Selanjutnya Mentan Dr. Anton jelaskan bahwa Indonesia sudah punya pengalaman dalam kerjasama Selatan-Selatan ini sejak tahun 1996 dengan negara Tanzania dan Zambia dengan pembentukan Pusat Penelitian di ke dua negara ini. Untuk itu Mentan Indonesia menyarankan agar Madagaskar dapat melakukan hal yang sama dengan membuat pusat penelitian dengan menjadikan Indonesia sebagai pihak yang menyediakan tenaga ahli dan juga kurikulum, termasuk saprodi dan peralatan.

Presiden selanjutnya mengharapkan agar kerjasama melalui pola kerjasama Selatan-Selatan ini untuk segera dapat ditindaklanjuti serta dapat direalisasikan segera, sehingga momentum dari KTT Keamanan Pangan ini tidak hilang begitu saja. Dan Mentan Indonesia sepakat dengan hal ini dan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan dilakukan pembicaraan lebih lanjut tentang hal ini.

Pres Release:
Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Wednesday, June 4, 2008

Malaysia ingin kerjasama dalam produksi padi dengan Indonesia


Demikian salah satu hasil pembicaraan bilateral Menteri Pertanian Indonesia, Dr. Anton Apriyantono dengan Dr. Dato’ Mustapa Bin Mohamed (Menteri Pertanian dan Industri Pertanian Malaysia) Selasa tanggal 3 Juni 2008 di sela acara Konferensi Tingkat Tinggi yang membicarakan tentang Keamanan Pangan dalam hubungannya dengan perubahan lingkungan dan bioenergi yang berlangsung di Kantor Pusat FAO Roma tanggal 3 – 5 Juni 2008. Pada pertemuan ini Mentan didampingi oleh KaBadan Ketahanan Pangan, Staf Khusus Mentan, Direktur PPIH Deplu, Attani Roma, dan Sek. III Multilateral KBRI Roma.
Menteri pertanian Malaysia selanjutnya menyatakan sangat terkesan dengan keberhasilan Indonesia dalam sektor produksi tanaman pangan khususnya padi dan jagung sehingga Malaysia ingin belajar lebih banyak kepada Indonesia dalam cara meningkatkan produksi dan pengolahan hasil. Mentan Malaysia juga menanyakan banyak hal bagaimana strategi Indonesia yang mereka nilai sangat berhasil meredam gejolak harga pangan pada tataran masyarakat.

Mentan dalam tanggapannya menjelaskan upaya Deptan dalam 3 tahun terakhir dalam mengamankan produksi padi dan jagung yang dilakukan dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi serta pemberian bantuan benih bermutu kepada petani. Selanjutnya mentan menambahkan bahwa Indonesia membuka seluasnya kepada Malaysia untuk memanfaatkan keunggulan Indonesia ini dengan melalui pelatihan maupun pemagangan SDM Malaysia serta pemanfaatan fasilitas yang dipunyai Indonesia.

Dalam pembicaraan selanjutnya juga disinggung hal lain dalam hubungan ke dua negara seperti soal keinginan Malaysia mengimpor sapi Indonesia dan juga persoalan pembuatan MoU terkait aspek pangan. Terkait dengan ini Mentan Indonesia mengatakan bahwa hal tersebut dapat dibicarakan lebih lanjut pada level teknis. Tentang keinginan impor beras dari Indonesia Mentan katakan untuk saat sekarang Indonesia belum akan melakukan ekspor beras mengingat Indonesia saat sekarang juga masih membutuhkan stok beras untuk mengamankan jaminan pasokan dalam negeri, dan Mentan menegaskan perlunya kedua negara meningkatkan produksi dan cara terbaik untuk peningkatan produksi tanaman pangan ini adalah dengan melakukan suatu joint venture investment dalam peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi dan jagung.

Pres Release oleh Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Thursday, May 1, 2008

KENAIKAN PANGAN DUNIA: Antara Ancaman dan Harapan

Tanggal 29 April 2008 ini Dirjen FAO kembali memberikan pernyataan terkait dengan kenaikan harga bahan pangan dunia akhir-akhir ini. Dalam pernyataannya tersebut Dirjen FAO menyatakan bahwa kenaikan harga pangan di satu sisi merupakan ancaman tetapi di sisi lain memberikan kesempatan dan harapan bagi sektor pertanian khususnya petani dan keluarganya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Dirjen FAO selanjutnya menjelaskan persoalan pangan ini memerlukan dua pendekatan yang disebut dengan “a twin-track approach” yaitu: a). Membuat kebijakan dan program bagi juta-an masyarakat yang mempunyai resiko atau rentan kelaparan dan b). Melakukan langkah-langkah membantu petani khususnya di negara berkembang agar mampu mengambil keuntungan dengan tingginya produk pangan (dan produk pertanian lainnya).
Untuk mencapai itu maka diperlukan kreasi untuk menghasilkan suatu lingkungan/kebijakan yang memungkinkan petani mendapatkan akses saprodinya seperti benih/bibit dan pupuk. Peningkatan investasi di sektor pertanian perlu dilakukan seperti pembangunan sarana irigasi, pembuatan infrastruktur di pedesaan misalnya jalan, sarana komunikasi, pasar, serta sarana penyuluhan terkait penyebaran ilmu dan teknologi pertanian. Menurut Diouf, diperlukan sekitar 1,7 Milliar dollar dari sumber keuangan Internasional untuk keperluan ini.

Catatan:
1. Pernyataan Dirjen FAO ini nampaknya ingin mengimbangi diskusi soal kenaikan harga pangan yang akhir-akhir ini terfokus kepada sisi ancaman dan bahayanya saja sehingga kesempatan dan sisi positif khususnya bagi petani dan keluarganya relatif lepas dari perhatian. Hal ini tercermin dari dominannya pemberitaan di media massa yang cenderung mendramatisir situasi dan lebih banyak menampilkan sisi negatif kenaikan pangan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan “kepanikan” masyarakat dunia.
2. Mengingat di Indonesia sektor pertanian merupakan sektor utama sumber pendapatan masyarakat desa yang sebagian besar merupakan masyarakat berpendapatan rendah, sudah selayaknya pemerintah memanfaatkan momentum kenaikan harga komoditas pertanian ini (pangan dan komoditas pertanian lainnya) dengan mengkaji dan sekaligus membuat kebijakan agar petani mendapatkan marjin keuntungan yang wajar melalui perbaikan sistem pasar masing-masing komoditi, dengan tetap memperhatikan masyarakat ekonomi lemah lainnya yang sumber pendapatannya berasal dari sektor non-pertanian (non petani).
3. Pendekatan dua sisi seperti yang dikemukakan Dirjen FAO tersebut perlu digaungkan agar Indonesia, sebagai negara tropis yang penduduknya sebagian besar bertumpu kepada pertanian (menurut data statistik sekitar 20 juta KK bergantung kepada sektor pertanian) dan wilayahnya mempunyai diversitas tanaman yang tinggi, dapat menjadi pelopor dalam menciptakan tatanan baru bagi sektor pertanian dalam pengentasan kemiskinan, peningkatan pendapatan petani dan keluarganya, serta penciptaan lapangan kerja.

Press Release dari Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Saturday, April 12, 2008

Situasi Pangan Dunia Kritis

Demikian salah satu pernyataan Direktur Jenderal FAO, Dr. Jacques Diouf saat memberikan konferensi persnya pukul 11.30 waktu roma hari ini tanggal 11 April 2008 di Kantor Pusat FAO. Konferensi pers yang dihadiri oleh berbagai wartawan dunia ini dilanjutkan dengan presentasi dan dialog Dirjen fao dengan para perwakilan negara untuk FAO yang ada di roma.

Pernyataan Dirjen FAO ini dikaitkan dengan situasi harga pangan dunia yang terus melambung serta ketersediaan pangan di pasar yang semakin menipis. Saat sekarang dikemukakannya bahwa stock pangan di pasar dunia mencapai level terendah setelah tahun 1980-an dan sudah sekitar 5 % lebih rendah dibandingkan dengan tahun yang lalu.

Kondisi mahalnya harga pangan memberikan dampak yang sangat serius khususnya di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan defisit pangan. Situasi ini dapat menimbulkan dampak yang lebih berbahaya jika tidak ditangani segera karena dapat menjadi pemicu kerusuhan dan kejahatan di negara-negara tersebut yang pada akhirnya menimbulkan ketidak setabilan global.

Dikemukakan lebih lanjut ada 5 penyebab utama dari situasi meningkat tajamnya harga pangan dunia ini yaitu:
1. Meningkatnya kebutuhan (demand) akan bahan pangan di negara yang sedang tumbuh ekonominya (seperti China dan India) baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Akibat semakin sejahteranya penduduk di negara yang ekonominya sedang tumbuh ini menyebabkan meningkatnya konsumsi produk daging dan susu, dan hal ini mendorong peningkatan kebutuhan akan sereal.
2. Rendahnya stock pangan dunia yang diduga akan turun menjadi 405 juta ton pada akhir tahun 2008 dan jika terjadi hal ini akan menjadikan stock pangan dunia terendah setelah tahun 1982.
3. Adanya bencana alam seperti kebanjiran, kekeringan, dan badai yang terkait dengan adanya perubahan iklim global.
4. Kebutuhan sereal untuk bioenergi, dimana tahun 2007 menurut FAO sekitar 86 juta ton jagung untuk pangan sudah digunakan untuk menghasilkan energi.
5. Pertumbuhan penduduk dunia yang mencapai sekitar 78,5 juta orang per tahun

Mencermati situasi ini maka Dirjen FAO menghimbau kepada dunia Internasional (pemerintah maupun swasta) untuk mengambil langkah-langkah konkrit yang meliputi aksi jangka pendek serta jangka menengah dan panjang. Aksi yang diambil haruslah koheren dan menyeluruh, terfokus kepada situasi spesifik di masing-masing negara melalui perlindungan rumah tangga yang rentan di kota dan di desa, serta merangsang peningkatan produksi pangan nasional/lokal.

Peningkatan produksi pangan akan mungkin dilakukan jika petani (produser) pangan mendapatkan akses dan mampu untuk membeli saprodi baik untuk kebutuhan budidaya tanaman maupun untuk menghasilkan pakan ternak. Untuk itu dihimbau masyarakat Internasional untuk berkomitmen membantu dalam melakukan investasi di sektor ini.

Selanjutnya dijelaskan oleh Dirjen bahwa permasalahan pangan dunia ini adalah masalah yang kompleks dan memerlukan komitmen bersama masyarakat Internasional serta memerlukan pembahasan oleh para petinggi negara di dunia. Untuk itulah fao memberikan wadah untuk mendiskusikan segala sesuatunya terkait dengan hal ini melalui pertemuan tingkat tinggi dunia pada KTT dengan tema “keamanan pangan dunia dan tantangan terhdap perubahan iklim dunia dan bionergy” (The High Level Conference on world food security and the challenges of climate change and bioenergy) yang akan dilangsungkan pada tanggal 2 – 5 Juni 2008 di kantor pusat FAO Roma.

Friday, March 28, 2008

FAO News-release: Itik dan Padi di balik Wabah Flu Burung

Tanggal 26 Maret 2008 yang lalu FAO mengeluarkan News-Release terkait dengan hasil penemuan ilmiah yang menunjukkan bahwa asosiasi antara Itik/Bebek, budidaya padi (sawah), dan manusia merupakan penyebab utama terjadinya wabah penyakit flu burung di Thailand dan Vietnam, dengan dugaan yang sama terjadi juga di wilayah lain seperti Kamboja dan Laos.

Kesimpulan ini dipublikasikan pada prosiding National Academy of Sciences of The United States (PNAS) dengan judul “Mapping H5N1 highly pathogenic avian influenza risk in Southeast Asia: ducks, rice and people”. Pernyataan ini berdasarkan hasil penelitian oleh para ahli penyakit hewan yang dikoordinir oleh Jan Slingenberg yang juga Dokter Hewan Senior FAO. Penelitian dilakukan selama kurun waktu 2004 dan 2005 di Thailand dan Vietnam.

Ada keterkaitan yang erat antara pola penggembalaan itik dengan intensitas pertanaman padi. Mengingat itik umumnya memakan butir padi yang tersisa di areal pemanenan, menyebabkan pergerakan itik ke berbagai wilayah mengikuti pola pemanenan padi ini.

Periode tingginya populasi itik di areal pemanenan padi memberikan indikasi yang sama dengan tingginya penyebaran virus, dan areal pertanaman padi sering kali juga menjadi habitat sementara dari species burung liar.

Pola ini dibuat dengan menggunakan pemetaan satelit pertanian padi sawah dari waktu ke waktu, intensitas penanaman, dan lokasi-lokasi penggembalaan itik. Interseksi dari ke tiganya ini bersama dengan kronologi berjangkitnya penyakit, telah membantu para ilmuwan menentukan situasi kritis di saat ketika resiko HPAI tertinggi.

Menurut Jan Slingenberg yang juga Dokter Hewan Senior FAO, sekarang diketahui lebih baik, kapan dan dimana timbulnya virus H5N1 dan hal ini membantu target pengendalian dan pencegahan. Selanjutnya, dengan persitensi virus yang semakin meningkat di wilayah sistem pertanian padi-itik yang intensif di Asia Timur dan Asia Tenggara, maka evolusi virus H5N1 mungkin menjadi lebih mudah untuk diramalkan. Sebagai info tambahan FAO menduga sekitar 90 % populasi itik dunia terdapat di wilayah Asia dengan sekitar 75 % nya berada di China dan Vietnam.

Saat sekarang intervensi berdasarkan pengetahuan dari data hotspot dan kalender lokal sistem budidaya padi dan itik ini diharapkan digunakan untuk mengontrol target penyakit menggantikan vaksinasi masal.

Contact:FAO Media Office FAO-Newsroom@fao.org (+39) 06 570 53625
http://www.fao.org/newsroom/en/news/2008/1000817/index.html

Saturday, March 22, 2008

Laporan Kunjungan Kerja Menteri Pertanian Ke Italia





















Menteri Pertanian RI, Dr. Anton Apriyantono, melakukan kunjungan kerja ke Italia dari tanggal 17 – 20 Nopember 2007. Kunjungan Mentan ini dalam rangka menghadiri dan menyampaikan pidato pada Konferensi FAO ke 34 yang berlangsung dari tanggal 17 – 24 Nopember 2007 di Kantor Pusat FAO di Roma.

Trieste
Sebelum menghadiri sidang Konferensi FAO, Mentan mengadakan kunjungan ke pelabuhan petikemas dan pergudangan kopi, pabrik pembuatan minyak olive, dan pembuatan Keju di Kota Trieste, Utara Italia. Kunjungan ini didampingi oleh Staf Khusus Bidang SDM; Dr. Achmad Aburrachim, dan Atase Pertanian KBRI Roma, Dr. Erizal Sodikin. Disamping itu pada kunjungan ini juga didampingi oleh Dr. Sandalj (Presiden Asosiasi Kopi Trieste), Dr. Fabian (Ketua Asosiasi Spesialis Kopi Eropa), dan Prof. Graziosi (Gurubesar ahli genetika tanaman Kopi pada Fakultas Biologi Universitas Trieste)

Kunjungan ke pelabuhan petikemas diterima oleh Direktur Operasional Pelabuhan Mr. Antonio Gurrieri yang didampingi oleh staf hubungan internasional Ms. Francesca Trempus. Dalam Sambutannya Mr. Gurrieri menyatakan terima kasih atas kunjungan ini dan selanjutnya menjelaskan secara ringkas tentang pelabuhan ini yang isinya antara lain bahwa pelabuhan Petikemas Trieste merupakan pelabuhan yang mendapat status bebas pajak yang tidak terikat dengan aturan perpajakan pelabuhan seperti di pelabuhan lain di Uni Eropa.
Selanjutnya Mentan menyaksikan tayangan seputar fasilitas yang tersedia di Pelabuhan ini antara lain: gudang penyimpanan berpendingin yang menempati luas 4.500 m2, gudang tempat penyimpanan ternak dan barang seluas 17.000 m2, disamping fasilitas standar pelabuhan lainnya seperti gudang penyimpanan barang, peralatan bongkar muat, alat tranportasi dll.
Dalam perbincangan selanjutnya Mr. Gurrieri menjelaskan tentang adanya kerjasama dengan otoritas pelabuhan Trieste dengan pemerintah Mesir dan Tanzania dalam hubungan dengan pengiriman barang dari dan ke Pelabuhan antara kedua negara tersebut. Oleh karena itu otoritas pelabuhan ini sangat berharap kerjasama serupa dapat dilakukan dengan Indonesia khususnya terhadap pengiriman produk pertanian dan berharap produk pertanian Indonesia dapat masuk ke Italia dan wilayah kawasan Eropa Timur (Balkan) melalui pelabuhan petikemas Trieste ini.

Dalam sambutan balasannya Mentan menyatakan terima kasih atas penerimaannya dan akan mempelajari lebih jauh tawaran yang diberikan. Selanjutnya Mentan menjelaskan bahwa Deptan Indonesia saat sekarang sangat mendorong ekspansi pasar Internasional produk pertaniannya melalui promosi dan kerjasama Internasional. Produk pertanian yang sangat didorong saat sekarang disamping produk yang sudah jadi andalan seperti minyak sawit, karet, kopi, kakao, teh, juga produk hortikultura seperti tanaman hias dan buahan tropis. Khusus untuk kopi, maka melalui kerjasama dengan asosiasi kopi Trieste diharapkan posisi Indonesia dapat kembali masuk dalam tiga besar pemasok kopi di Italia melalui pelabuhan Trieste ini.
Setelah menyaksikan proses pensortiran kopi yang dilakukan semuanya secara komputerisasi yang dikelola Pacorini Silocaf S.r.l. dan meninjau beberapa fasilitas pergudangan serta makan siang atas undangan otoritas pelabuhan Trieste, Mentan melakukan kunjungan ke pabrik pembuatan minyak olive yang prosesnya bebas zat aditif serta peternakan sapi perah dan pembuatan keju.

Khusus di peternakan sapi perah dan pabrik pembuatan keju, mentan sangat terkesan dengan etos kerja petani yang dikunjungi, karena dengan jumlah 150 ekor sapi ditambah pabrik keju hanya dikerjakan oleh 3 orang saja. Sementara di pabrik minyak olive menteri terkesan karena proses pembuatan minyaknya yang hanya mengandalkan pengendapan secara alami selama 40 hari, sehingga minyak yang dihasilkan masih banyak kandungan senyawa mikro (anti oksidan) yang sehat bagi tubuh manusia.
Kunjungan ke Trieste diakhiri dengan makan bersama atas undangan Asosiasi Pengusaha Kopi Trieste.

Pertemuan Bilateral
Selain menghadiri sidang konferensi dan penyampaian pidato, menteri pertanian RI berkesempatan mengadakan pertemuan bilateral yaitu dengan Menteri Pertanian Norwegia, Dirjen Hubungan Internasional Departemen Pertanian Jerman, Direktur Eksekutif IFOAM, Menteri Pertanian Italia, dan terakhir Menteri Pertanian Belanda.

Pertemuan dengan Menteri Pertanian Norwegia

Mentan RI mengadakan pertemuan dengan Mr. Terje Riis-Johansen, Menteri Pertanian dan Pangan Norwegia tanggal 19 Nopember di Ruang Finish, Kantor FAO. Pada pertemuan ini mentan didampingi oleh Dirjen Tanaman Pangan, Kabag. Bidang Pangan dan Pertanian Biro KLN Deptan, dan Atase Pertanian KBRI Roma.

Pertemuan ini merupakan inisiatif dari pemerintah Norwegia sebagai negara yang ingin mengambil peranan lebih besar di G-10 dan EU karena melihat pentingnya posisi Indonesia sebagai negara koordinator kelompok G-33. Dalam pertemuan ini isu utama yang dibahas adalah terkait dengan WTO khususnya tentang Sensitive Products (SnP), Special Products (SP), dan Special Safeguard Mechanism (SSM). Pertemuan lebih merupakan suatu pertukaran sudut pandang dalam konteks WTO ini. Menteri Pertanian Norwegia menjelaskan bahwa Norwegia selalu berpendapat tentang pentingnya akses pasar dan ini dibuktikan dengan penerapan tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diusulkan oleh EU. Norwegia juga menjelaskan tentang masih diberikannya subsidi kepada petani di Norwegia khususnya produk pertanian untuk pasar domestik agar dapat meningkatkan daya saing produk petani mereka. Mentan RI menjelaskan soal posisi Indonesia yang selalu memperjuangkan disetujuinya isu tentang SnP, SP dan SSM. Kedua belah pihak sama menyatakan bahwa proses perundingan tentang aspek perdagangan di WTO bukan merupakan suatu yang mudah. Melalui pembicaraan baik antar anggota dalam kelompok negara maupun antar ke dua kelompok negara diyakini kompromi ini dapat dicapai tanpa mengesampingkan kepentingan domestik masing-masing negara. Dalam diskusi banyak beberapa kesamaan sudut pandang dalam konteks memajukan pertanian masing-masing negara seperti upaya untuk meningkatkan akses pasar, perlunya kompromi tentang subsidi, pengaturan kuota perdagangan, serta perlindungan terhadap petani yang dalam beberapa kondisi sangat lemah posisinya. Selain itu Mentan Indonesia menyatakan bahwa ke dua negara dapat melakukan kerjasama bilateral dalam sektor pertanian walaupun secara agroekosistem berlainan seperti bidang research. Di akhir pertemuan Menteri Pertanian dan Pangan Norwegia mengundang Mentan RI untuk berkunjung ke Norwegia untuk membicarakan lebih jauh kemungkinan kerjasama aspek pertanian antar kedua negara.

Pertemuan dengan Jerman:
Tanggal 19 Nopember Mentan juga mengadakan pertemuan dengan Dirjen Kerjasama Internasional Departemen Pertanian Jerman, Mr. Klaus-Jorg Heynen. Dalam pertemuan ini Mentan didampingi oleh Dirjen Tanaman Pangan, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kabag. Bidang Pangan dan Pertanian Biro KLN Deptan, dan Atase Pertanian KBRI Roma, serta Sek. I Ekonomi KBRI Roma. Dalam pertemuan ini banyak membahas kemungkinan peningkatan kerjasama antar kedua negara dalam aspek biofuel, pertanian organik, dan juga penanggulangan penyakit Flu Burung. Mentan menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penyedia bahan baku untuk biofuel seperti dari minyak sawit dan juga ke depan dari tanaman Jatropa dan Jerman dapat memanfaatkan keunggulan Indonesia ini. Selanjutnya mentan menjelaskan tentang upaya pemerintah untuk melakukan pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan sangat memperhatikan persoalan lingkungan. Di akhir pertemuan pihak Jerman menginformasikan telah disetujuinya suatu paket bantuan terkait dengan penanggulangan penyakit Flu Burung di Indonesia sebesar 3 juta Euro. Selanjutnya disepakati bahwa pembicaraan ini akan dilanjutkan dengan pembicaraan yang lebih teknis oleh institusi teknis masing-masing negara.

Pertemuan dengan IFOAM
Disamping pertemuan dengan pejabat pemerintah beberapa negara, Mentan pada tanggal 19 Nopember 2007 juga melakukan pertemuan dengan Direktur Eksekutif dari Internasional Federation of Organic Agriculture Movement (IFOAM), Ms. Angela B. Caudle. IFOAM merupakan salah satu organisasi Internasional yang beranggotakan 111 negara dengan 700 asosiasi. Organisasi ini banyak bergerak dalam bidang pertanian dan produk organik yang meliputi pemberian asistensi, peningkatan kapasitas, dan juga pemberian sertifikat. Pada kesempatan ini Mentan berharap IFOAM dapat memberikan dukungan bagi pengembangan pertanian organik di Indonesia yang sedang digalakkan. Aspek yang memungkinkan untuk dilakukan kerjasama menyangkut peningkatan kapasitas SDM pertanian organic, akses pemasaran, standarisasi produk dan juga pembangunan institusi pemberi sertifikasi yang dapat dipercaya. Mentan selanjutnya menugaskan Dirjen Tanaman Pangan dan Kabag Bidang Pangan dan Pertanian KLN Deptan untuk melanjutkan diskusi membahas persoalan yang lebih teknis.

Pertemuan dengan Menteri Pertanian Italia




Pertemuan dengan Menteri Pertanian Italia, Mr. Paolo De Castro tanggal 20 Nopember 2007 di Kantor Kementerian Pertanian, Pangan dan Kehutanan Italia. Pada pertemuan ini Mentan didampingi oleh Dubes KBRI Roma, Dirjen Tanaman Pangan, dan Atase Pertanian KBRI Roma. Menteri Pertanian RI menyampaikan ucapan terima kasih atas terselenggaranya pertemuan bilateral ini dan menjelaskan bahwa kedua negara mempunyai sejarah hubungan yang sangat erat. Menteri Pertanian, Pangan dan Kehutanan Italia sangat senang menerima kedatangan Mentan RI dan rombongan dan menjelaskan perlunya kerjasama ke depan dengan membuat suatu MoU sebagai payung dalam membangun kerjasama ke dua negara. Beberapa aspek yang disinggung antara lain peningkatan hubungan dagang produk pertanian seperti produk tanaman Industri Indonesia seperti minyak sawit, kopi, kakao, teh dll dan juga produk hortikultura seperti buahan tropis dan juga tanaman hias termasuk bunga potong, sementara italia yang kuat di sektor agroindustri dapat memanfaatkan pangsa pasar yang besar di Indonesia. Mentan Indonesia juga menyinggung soal kerjasama sama dalam aspek peternakan seperti dalam kesehatan hewan. Agar kerjasama ini dapat direalisasikan dan dapat menjadi kenyataan, kedua menteri sepakat untuk segera merancang suatu MoU. Untuk itu perlu dilakukan pembicaraan lebih teknis antar ke dua belah pihak yang membahas beberapa aspek yang disepakati untuk dikerjasamakan yang menyangkut aspek Agroindustri dan Agroteknologi, Agrobisnis dan Penelitian. KBRI Roma dalam hal ini akan segera menindaklanjutinya dalam bentuk pembicaraan aspek teknis persiapan penyusunan MoU ini.

Pertemuan dengan Menteri Pertanian Belanda

Setelah pertemuan dengan Menteri Pertanian, Pangan dan Kehutanan Italia, Menteri Pertanian RI mengadakan pertemuan dengan Menteri Pertanian Belanda, Mrs. Gerda Verburg. Pertemuan dilaksanakan tanggal 20 Nopember di Ruang Mexico Gedung FAO. Pada kesempatan ini Menteri Pertanian RI didampingi oleh Dirjen Tanaman Pangan, Dubes KBRI Roma, Ka Badan Ketahanan Pangan Deptan, dan Atase Pertanian KBRI Roma. Pertemuan merupakan inisiatif pemerintah Belanda terkait dengan beberapa isu seperti soal karantina produk peternakan, soal benih kentang, tentang ternak sapi, minyak sawit, dan penyakit Flu Burung. Pada kesempatan ini Mentan menjelaskan bahwa segala sesuatunya dapat diselesaikan melalui beberapa persyarakatan dan Mentan akan memfollow up persoalan ini ke institusi teknis terkait. Menteri pertanian Belanda mengharapkan adanya suatu kerjasama dalam persoalan karantina ini dengan mengundang tim inspeksi Indonesia ke Belanda untuk meninjau segala sesuatunya. Menanggapi hal ini Mentan mengatakan terkait dengan ternak sapi perlu adanya suatu kejelasan soal penyakit hewan BSE yang pernah melanda kawasan Eropa dan Indonesia sudah membuat suatu kebijakan soal ini, selama sapinya berasal dari kawasan yang bebas BSE secara perinsip dapat saja dimasukkan ke Indonesia. Untuk masalah ini kedua negara sepakat untuk menindaklanjutinya dengan suatu kunjungan antar kedua pejabat. Belanda akan mengundang tim dari Indonesia untuk melihat dari dekat sistem sanitasi peternakan mereka. Disamping itu Indonesia berharap dari belanda bibit sapi perah yang memang sangat dibutuhkan peternak Indonesia dan pihak Belanda berharap tim inspeksi Indonesia akan berkunjung ke Belanda juga membahas hal ini.
Menyangkut minyak sawit, Mentan menjelaskan bahwa Indonesia sangat memperhatikan persoalan ini dan juga sangat memperhatikan tentang pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, walaupun ada saja pelanggaran tetapi hal tersebut hanya merupakan kasus yang illegal. Saat sekarang pemerintah sedang menyusun suatu sertifikasi soal ini dengan segala kriterianya.
Disamping hal tersebut di atas menteri pertanian Indonesia juga berharap agar Belanda membantu memfasilitasi dan mempromosikan produk pertanian Indonesia khususnya terkait dengan produk tanaman hias dan bunga potong melalui kota Aalsmeer yang merupakan pusat masuknya tanaman hias dan bunga potong dunia ke Belanda dan kawasan Eropa. Dalam konteks ini disepakati perlu nantinya adanya suatu Mutual Recognition Agreement (MRA) antara Indonesia dan Belanda terhadap komoditi pertanian. Mentan Indonesia berjanji akan mengirimkan tim khusus ke Belanda untuk membahas hal ini. Menanggapi hal ini Menteri Pertanian Belanda berjanji akan membantu dan menindaklanjutinya.
Mentan juga berharap Belanda dapat memperluas proyek irigasi di Kalimantan Tengah yang dilaksanakan bekerjasama dengan Universitas Wageningen yang juga menyangkut rehabilitasi lahan gambut di Kalimantan karena pemerintah Indonesia sekarang sangat berkeinginan untuk merehabilitas lahan gambut tersebut yang rusak akibat kesalahan dalam pengelolaannya di masa lalu. Tentang perkebunan sawit di lahan gambut, kebijakan pemerintah melarang areal gambut untuk sawit kecuali memenuhi persyarakat khususnya kedalaman gambut minimal. Permasalahan kawasan kelapa sawit dijelaskan oleh Menteri pertanian Indonesia bahwa lahan yang digunakan marupakan lahan terbuka yang diakibatkan adanya pengusahaan hutan/lahan yang salah di masa lalu. Oleh karena itu saat sekarang persoalan perkebunan kelapa sawit bukanlah suatu masalah lagi karena pemerintah akan menerapkan sertifikasi kebun kelapa sawit ini.
Mentan juga mengajak Belanda untuk mengembangkan tanaman untuk biofuel tidak hanya kelapa sawit tetapi juga tanaman Jatropa yang tidak berkompetisi dengan kebutuhan bahan untuk pangan maupun pakan, hanya saat sekarang produksinya masih rendah dan belum ekonomis. Belanda akan menindaklanjuti soal ini karena tanaman ini dapat merupakan suatu generasi ke dua bagi bioenergi dimasa depan.

Ein schoenes Lied

Noch einen schoenes Lied