Thursday, May 1, 2008

KENAIKAN PANGAN DUNIA: Antara Ancaman dan Harapan

Tanggal 29 April 2008 ini Dirjen FAO kembali memberikan pernyataan terkait dengan kenaikan harga bahan pangan dunia akhir-akhir ini. Dalam pernyataannya tersebut Dirjen FAO menyatakan bahwa kenaikan harga pangan di satu sisi merupakan ancaman tetapi di sisi lain memberikan kesempatan dan harapan bagi sektor pertanian khususnya petani dan keluarganya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Dirjen FAO selanjutnya menjelaskan persoalan pangan ini memerlukan dua pendekatan yang disebut dengan “a twin-track approach” yaitu: a). Membuat kebijakan dan program bagi juta-an masyarakat yang mempunyai resiko atau rentan kelaparan dan b). Melakukan langkah-langkah membantu petani khususnya di negara berkembang agar mampu mengambil keuntungan dengan tingginya produk pangan (dan produk pertanian lainnya).
Untuk mencapai itu maka diperlukan kreasi untuk menghasilkan suatu lingkungan/kebijakan yang memungkinkan petani mendapatkan akses saprodinya seperti benih/bibit dan pupuk. Peningkatan investasi di sektor pertanian perlu dilakukan seperti pembangunan sarana irigasi, pembuatan infrastruktur di pedesaan misalnya jalan, sarana komunikasi, pasar, serta sarana penyuluhan terkait penyebaran ilmu dan teknologi pertanian. Menurut Diouf, diperlukan sekitar 1,7 Milliar dollar dari sumber keuangan Internasional untuk keperluan ini.

Catatan:
1. Pernyataan Dirjen FAO ini nampaknya ingin mengimbangi diskusi soal kenaikan harga pangan yang akhir-akhir ini terfokus kepada sisi ancaman dan bahayanya saja sehingga kesempatan dan sisi positif khususnya bagi petani dan keluarganya relatif lepas dari perhatian. Hal ini tercermin dari dominannya pemberitaan di media massa yang cenderung mendramatisir situasi dan lebih banyak menampilkan sisi negatif kenaikan pangan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan “kepanikan” masyarakat dunia.
2. Mengingat di Indonesia sektor pertanian merupakan sektor utama sumber pendapatan masyarakat desa yang sebagian besar merupakan masyarakat berpendapatan rendah, sudah selayaknya pemerintah memanfaatkan momentum kenaikan harga komoditas pertanian ini (pangan dan komoditas pertanian lainnya) dengan mengkaji dan sekaligus membuat kebijakan agar petani mendapatkan marjin keuntungan yang wajar melalui perbaikan sistem pasar masing-masing komoditi, dengan tetap memperhatikan masyarakat ekonomi lemah lainnya yang sumber pendapatannya berasal dari sektor non-pertanian (non petani).
3. Pendekatan dua sisi seperti yang dikemukakan Dirjen FAO tersebut perlu digaungkan agar Indonesia, sebagai negara tropis yang penduduknya sebagian besar bertumpu kepada pertanian (menurut data statistik sekitar 20 juta KK bergantung kepada sektor pertanian) dan wilayahnya mempunyai diversitas tanaman yang tinggi, dapat menjadi pelopor dalam menciptakan tatanan baru bagi sektor pertanian dalam pengentasan kemiskinan, peningkatan pendapatan petani dan keluarganya, serta penciptaan lapangan kerja.

Press Release dari Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Ein schoenes Lied

Noch einen schoenes Lied